Jumat, 30 November 2012

TUGAS 6 

                       ARTIKEL PERUBAHAN SOSIAL 

Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Pengertian

Definisi dan pengertian tentang perubahan sosial menurut para ahli diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Kingsley Davis: perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat
  2. William F. Ogburn: perubahan sosial adalah perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material maupun immaterial yang menekankan adanya pengaruh besar dari unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.
  3. Mac Iver: perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial (social relation) atau perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
  4. Gillin dan Gillin: perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima karena adanya perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

Tidak semua gejala-gejala sosial yang mengakibatkan perubahan dapat dikatakan sebagai perubahan sosial, gejala yang dapat mengakibatkan perubahan sosial memiliki ciri-ciri antara lain:
  1. Setiap masyarakat tidak akan berhenti berkembang karena mereka mengalami perubahan baik lambat maupun cepat.
  2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya.
  3. Perubahan sosial yang cepat dapat mengakibatkan terjadinya disorganisasi yang bersifat sementara sebagai proses penyesuaian diri.
  4. Perubahan tidak dibatasi oleh bidang kebendaan atau bidang spiritual karena keduanya memiliki hubungan timbal balik yang kuat.

Bentuk-bentuk Perubahan Evolusi dan Perubahan Revolusi

Berdasarkan cepat lambatnya, perubahan sosial dibedakan menjadi dua bentuk umum yaitu perubahan yang berlangsung cepat dan perubahan yang berlangsung lambat. Kedua bentuk perubahan tersebut dalam sosiologi dikenal dengan revolusi dan evolusi.

Perubahan evolusi

Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari usaha-usaha masyarakat guna menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan sosial dari masyarakat berburu menuju ke masyarakat meramu.

Menurut Soerjono Soekanto, terdapat tiga teori yang mengupas tentang evolusi, yaitu:
  • Unilinier Theories of Evolution: menyatakan bahwa manusia dan masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, dari yang sederhana menjadi kompleks dan sampai pada tahap yang sempurna.
  • Universal Theory of Evolution: menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Menurut teori ini, kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu.
  • Multilined Theories of Evolution: menekankan pada penelitian terhadap tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya, penelitian pada pengaruh perubahan sistem pencaharian dari sistem berburu ke pertanian.

Perubahan revolusi

Perubahan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat dan tidak ada kehendak atau perencanaan sebelumnya. Secara sosiologis perubahan revolusi diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga- lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi dengan direncanakan atau tidak direncanakan, dimana sering kali diawali dengan ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan.
Revolusi tidak dapat terjadi di setiap situasi dan kondisi masyarakat. Secara sosiologi, suatu revolusi dapat terjadi harus memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain adalah
  • Ada beberapa keinginan umum mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan, dan harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan tersebut.
  • Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut..
  • Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan tersebut, untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat, untuk dijadikan program dan arah bagi geraknya masyarakat..
  • Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut bersifat konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Selain itu, diperlukan juga suatu tujuan yang abstrak. Misalnya perumusan sesuatu ideologi tersebut.
  • Harus ada momentum untuk revolusi, yaitu suatu saat di mana segala keadaan dan faktor adalah baik sekali untuk memulai dengan gerakan revolusi. Apabila momentum (pemilihan waktu yang tepat) yang dipilih keliru, maka revolusi dapat gagal.

Perubahan direncanakan dan tidak direncanakan

Perubahan yang direncanakan

Perubahan yang direncanakan adalah perubahan-perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Oleh karena itu, suatu perubahan yang direncanakan selalu di bawah pengendalian dan [[pengawasan agent of change. Secara umum, perubahan berencana dapat juga disebut perubahan dikehendaki. Misalnya, untuk mengurangi angka kematian]] anak-anak akibat polio, pemerintah mengadakan gerakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN)atau untuk mengurangi pertumbuhan jumlah penduduk pemerintah mengadakan program keluarga berencana (KB).

Perubahan yang tidak direncanakan dan contoh

Perubahan yang tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat.[1] Karena terjadi di luar perkiraan dan jangkauan, perubahan ini sering membawa masalah-masalah yang memicu kekacauan atau kendala-kendala dalam masyarakat. Oleh karenanya, perubahan yang tidak dikehendaki sangat sulit ditebak kapan akan terjadi. Misalnya, kasus banjir bandang di Sinjai, Kalimantan Barat. Timbulnya banjir dikarenakan pembukaan lahan yang kurang memerhatikan kelestarian lingkungan.[1] Sebagai akibatnya, banyak perkampungan dan permukiman masyarakat terendam air yang mengharuskan para warganya mencari permukiman baru.

Perubahan berpengaruh besar dan berpengaruh kecil

Apa yang dimaksud dengan perubahan-perubahan tersebut dapat kamu ikuti penjabarannya berikut ini

Perubahan berpengaruh besar

Suatu perubahan dikatakan berpengaruh besar jika perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya per- ubahan pada struktur kemasyarakatan, hubungan kerja, sistem mata pencaharian, dan stratifikasi masyarakat. Sebagaimana tampak pada perubahan masyarakat agraris menjadi industrialisasi.[1] Pada perubahan ini memberi pengaruh secara besar-besaran terhadap jumlah kepadatan penduduk di wilayah industri dan mengakibatkan adanya perubahan mata pencaharian.

Perubahan berpengaruh kecil

Perubahan-perubahan berpengaruh kecil merupakan perubahan- perubahan yang terjadi pada struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Contoh, perubahan mode pakaian dan mode rambut. Perubahan-perubahan tersebut tidak membawa pengaruh yang besar dalam masyarakat karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan homolis.
TUGAS 3

KOMPAS, Rabu 26 September 2012

1. Tokoh-tokoh yang penting Seni Rupa Indonesia, Affandi, Bagong Kussudiardjo, Batara Lubis, Joni Trisno, dan rekan-rekan nya duduk berkelompok dalam diskusi seni lukis di Bentara Budaya Yogyakarta, 14 Juli 1983.
     => Ini merupakan contoh Kelompok Primer
           Karena disini di tandai dengan pergaulan dan kerjasama tatap muka yang intim, dan termasuk
           komunitas orang dewasa, dan juga pergaulan ini menghasilkanketerpaduan individu dalam satu
           kesatuan, membuat membuat seseorang hidup dan memiliki tujuan kelompok bersama.
           (Menurut klasifikasi Charles H. Cooley)
2. Pelajar tewas dijalan akibat tauran, dan banyak orang yang ingin melihat. (Jabodetabek)
     => Ini merupakan contoh kerumunan
           Karena sejumlah orang berada disuatu tempat karena sesuatu yang menarik perhatian bersama.
3. Hanya dalam waktu setahun, 13 pelajar di Jabodetabek tewas mengenaskan karena tauran.
     => Ini merupakan contoh genosida
           Karena pembunuhan secara sengaja. karena ingin balas dendan dan meluapkan hawa nafsu untuk
           kepuasan tersendiri.
4. Pengunjung memadati Museum Lauvre di Paris, Prancis. Mereka datang dari berbagai negara sambil memanfaatkan waktu liburan musim panas.
     => Ini merupakan contoh Gesselschaft
          Karena ini merupakan publik sebagai sekumpulan orang yang secara kebetulan hadir bersama tetapi
          masing-masing tetap mandiri.
5. Petani mulai menanam jagung di Desa Panunggalan, Kecamatan Pakokulon, Kabupaten Grobolan, Jawa Tengah, Sabtu (25/8). walaupun tidak ada hujan serta pengairan yang terbatas, mereka mampu memproduksi jagung yang terbatas vdari serangan hama.
     => Ini merupakan contoh Kelompok Primer

Mohon maaf bila ada kesalahan, karena saya sedang belajar. :)

Jumat, 16 November 2012

TUGAS 1

 AKTIVITAS

  1.  Pengertian Kelompok Etnik Minoritas

      Definisi mengenai kelompok minoritas sampai saat ini belum dapat diterima secara universal. Namun demikian yang lazim digunakan dalam suatu negara, kelompok minoritas adalah kelompok individu yang tidak dominan dengan ciri khas bangsa, suku bangsa, agama, atau bahasa tertentu yang berbeda dari mayoritas penduduk. Minoritas sebagai ‘kelompok’ yang dilihat dari jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk lainnya dari negara bersangkutan dalam posisi yang tidak dominan. Keanggotaannya memiliki karakteristik etnis, agama, maupun bahasa yang berbeda dengan populasi lainnya dan menunjukkan setidaknya secara implisit sikap solidaritas yang ditujukan pada melestarikan budaya, tradisi, agama dan bahasa.
      Sehubungan dengan hal tersebut beberapa wilayah di Indonesia akhir-akhir ini sering muncul kerusuhan sosial yang dilatarbelakangi etnis dan agama. Hal ini merupakan masalah yang sangat serius apabila tidak segera diselesaikan akan dapat mengancam terjadinya disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, permasalahan yang dihadapi berbagai daerah di Indonesia adalah masih banyak terjadi diskriminasi terhadap hak-hak kelompok minoritas, baik agama, suku, ras dan yang berkenaan dengan jabatan dan pekerjaan bagi penyandang cacat, sehingga sampai saat ini dirasakan masih ‘belum terpenuhinya hak-hak kelompok minoritas’.
      Permasalahan yang dihadapi di berbagai daerah Indonesia adalah masih banyak diskriminasi terhadap kelompok minoritas baik etnis maupun agama, padahal mereka sebagai masyarakat atau suku bangsa harus diberlakukan sama dengan kelompok mayoritas lainnya.
Dalam rangka pemajuan dan perlindungan kaum minoritas antara lain adanya larangan diskriminasi karena diskriminasi berdampak negatif pada kaum minoritas secara politik, sosial, budaya dan ekonomi serta merupakan sumber utama terjadinya ketegangan. Diskriminasi berarti menunjukan perbedaan, pengecualian, pembatasan atau pengistimewaan apapun berdasarkan alasan seperti ras, warna kulit, bahasa, agama atau asal-usul kebangasaan atau sosial, status kelahiran atau status lainnya, yang mempunyai tujuan atau pengaruh untuk meniadakan atau merusak pengakuan, penikmatan, pemenuhan semua hak dan kebebasan dari semua orang yang setara.
      Rambu-rambu perlindungan yang penting yang akan menguntungkan kaum minoritas mencakup pengakuan sebagai pribadi dihadapan hukum, persamaan dihadapan badan-badan pengadilan, persamaan dihadapan hukum, perlindungan hukum yang sama disamping hak penting seperti kebebasan beragama, menyatakan pendapat dan berserikat.
      Dalam hubungan ini telah banyak diberlakukan berbagai peraturan perundangan sebagai instrumen hukum dan HAM nasional disamping instrumen HAM Internasional,
seperti: (a) Konvenan Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras 1965 (Pasal 1); (b) Deklarasi UNESCO tentang Ras dan Prasangka Ras 1978 (Pasal 1, 2 dan 3); dan (c) Deklarasi Berdasarkan Agama dan Kepercayaan 1981 (Pasal 2).
Sedangkan penjelasan ketentuan umum Undang-undang Hak Asasi Manusia No. 39 tahun 1999, diskriminasi adalah pembatasn, pelecehan atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Secara normatif bentuk perlindungan hukum telah diatur melalui instrumen internasional maupun nasional yang berkaitan dengan HAM terhadap kelompok minoritas, namun dalam implementasi masih dinilai perlu untuk menjadi perhatian bersama. Hal ini mencakup pola interaksi antara kelompok minoritas dengan kelompok lainnya untuk dilakukan dengan baik berlandaskan azas keterbukaan dan toleransi terhadap tata nilai semua kelompok yang ada di masyarakat.
Sumber : www.lfip.org


Mayoritarianisme
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mayoritarianisme adalah agenda atau filosofi politik tradisional yang menyatakan bahwa suatu mayoritas dalam populasi (dapat berupa mayoritas agama, bahasa, atau faktor mayoritas lainnya) merupakan kelompok utama dan berhak membuat keputusan yang berpengaruh bagi masyarakat keseluruhan. Pandangan ini kini semakin dikritik dan sistem demokrasi semakin membatasi sistem mayoritarianisme demi melindungi hak asasi warga negara.[1]
Dalam struktur politik mayoritarian yang demokratik, kelompok mayoritas tidak akan mengabaikan partisipasi kaum minoritas dalam proses demokrasi. Oleh pihak yang menentang, mayoritarianisme kadang-kadang disebut sebagai pemerintahan ochlocracy (umum dinyatakan sebagai hukum rimba), tirani atau kezaliman. Mayoritarianisme sering juga disebut sebagai aturan mayoritas.



PROBLEM MAYORITAS DAN MINORITAS DALAM INTERAKSI SOSIAL


Dalam kajian sosiologis, kelompok keagamaan adalah buah dari gerakan sosial, sehingga perilaku yang timbul dari individu di dalamnya sarat dengan simbol-simbol agama. Persoalannya adalah sejauhmana peranan simbol-simbol agama yang ilahi (heavenly) itu mengejawantah dalam ranah sosial, ketika kelompok mayoritas dan minoritas dari berbagai agama yang berbeda saling bergaul dalam suatu masyarakat, dan ketika masing-masing simbol tadi yang berbeda saling bersentuhan secara intens.
Untuk menjawab persoalan itu, Puslitbang Kehidupan Beragama Bidang Hubungan Antar Agama melakukan Studi tentang Kelompok Minoritas Keagamaan di Beberapa Daerah, yang terdiri dari: Muslim di Jayapura, Kupang dan Denpasar – Katolik di Mataram – Protestan di Pangkal Pinang – Hindu di Kapuas – dan Budha di Pontianak. Secara khusus kajian ini bertujuan menghimpun berbagai informasi dan aspirasi tentang : 1) Kehidupan sosial kelompok masyarakat setempat; 2) Komunikasi internal kelompok minoritas; 3) Komunikasi antar kelompok minoritas dan mayoritas keagamaan; 4) Potensi Kerukunan; 5) Potensi Konflik; dan 6) Rekomendasi tindak lanjut. 

Kajian ini menggali data melalui langkah-langkah seperti; telaah literatur (penelusuran dokumentasi), laporan kajian serta berita media massa terkait, wawancara dengan para nara sumber, dan pengamatan lapangan terbatas. Bertolak dari kenyataan lapangan secara empirik, informasi, aspirasi serta situasi yang ditelaah, peneliti berupaya menangkap suatu proses atau temuan. Kemudian mencatat, mengklasifikasi, mengkomparasi, menganalisis, menginterprestasi, dan menarik kesimpulan-kesimpulan pokok yang bersifat umum dan menyeluruh. Kajian ini lebih menekankan pada makna yang ditangkap dari berbagai peristiwa, perilaku, kebijakan, pemikiran serta kenyataan yang ditemui (Kualitatif).  

Temuan kajian yang menjadi pendukung perdamaian:
1.      Komunikasi internal Muslim di Jayapura Papua, Kupang dan Denpasar sangat terbantu oleh beragam kegiatan sosial keagamaan seperti pengajian, ceramah keagamaan, khutbah, tahlilan, yasinan, kunjungan silaturrahmi, upacara selamatan upacara daur hidup (life cycle), pertemuan kelompok di tempat ibadah, Majelis Taklim, peringatan hari besar keagamaan, organisasi dan partai politik kegamaan (Islam), lembaga pendidikan, kelompok paguyuban, baik di tempat-tempat pemukiman, tempat kerja dan sentra-sentra ekonomi.
2.      Integrasi dan kerukunan internal kelompok Muslim setempat relatif terjalin baik. Hal tersebut ditopang oleh faktor-faktor seperti besarnya pengaruh tokoh-tokoh Muslim, frekwensi dan efektivitas forum-forum sosial keagamaan, serta jumlah umat yang relatif kecil sehingga lebih mudah dibina. Khusus kelompok Muslim minoritas di Jayapura (atau Papua), yang umumnya terdiri dari para pendatang dari berbagai etnis, kerukunan internal sangat dipengaruhi oleh peran sentral dan hubungan baik para tokoh organisasi paguyuban yang dominan di bidang ekonomi dan di bidang publik di samping pengaruh dan peran para tokoh agama. Semangat dan perasaan senasib dan seperantauan (diaspora) di kalangan pendatang Muslim di Jayapura, sangat menonjol, khususnya setelah kerusuhan bernuansa etnis antara masyarakat pendatang dengan masyarakat asli Papua tahun 2000 silam.
3.      Tak banyak berbeda dengan kelompok Muslim, komunikasi internal di kalangan kelompok minoritas Katolik di Ampenan, kelompok Protestan di Pangkal Pinang, Hindu di Kapuas dan kelompok Budha di Pontianak, berlangsung melalui berbagai aktifitas rutin keagamaan di lingkungan kelompok  dengan bimbingan tokoh agama masing-masing, di tempat-tempat ibadah, pemukiman, asosiasi-asosiasi kekerabatan, dan dalam berbagai kegiatan sosial kemanusiaan. Integrasi kelompok terbina tanpa banyak hambatan antara lain karena jumlah anggota relatif kecil, fokus pembinaan lebih diarahkan kedalam (internal), sikap tidak saling mengganggu dan kepatuhan kepada pemerintah dan tokoh agama.
4.      Komunikasi antara kelompok minoritas dengan mayoritas pada umumnya berlangsung normal dan rukun. Walaupun sesekali ada hambatan-hambatan, masih dapat dikendalikan. Berbagai faktor yang menguntungkan dan menopang terciptanya kondisi dan suasana yang rukun meliputi :  a). Adanya saling ketergantungan antar kelompok dalam upaya pemenuhan kebutuhan, b). Penggunaan bahasa Indonesia dan keterikatan dalam NKRI, khususnya di Jayapura, c). Hubungan baik antar tokoh dan adanya forum-forum lintas agama, etnis serta profesi, d) Sikap menahan diri dan menyesuaikan diri kelompok minoritas terhadap aspirasi mayoritas dan kearifan budaya lokal, e) Otonomi daerah yang memberikan peran sentral kepada Pemda setempat, f). Ajaran agama dan fokus pembinaan lebih terarah pada pembinaan kelompok internal, g). Ikatan kekerabatan, kekeluargaan dan kerjasama lintas etnis dan budaya serta profesi. 

Sedangkan, aspek-aspek yang berpotensi dan dapat mengganjal upaya integrasi dan kerukunan antara lain:
1.      Adanya aspirasi dan kehendak sebagian tokoh setempat untuk melepaskan diri dari NKRI di Papua.
2.      Adanya aspirasi sementara tokoh Kaharingan untuk melepaskan diri dari Kelompok Hindu di Kapuas.
3.      Perilaku penodaan agama (Hostia) yang sesekali muncul di lingkungan kelompok Katolik di Kupang (NTT).
4.      Keluhan masih adanya kesulitan mendirikan tempat ibadah dan kuburan bagi masyarakat Muslim.
5.      Fenomena praktek KKN yang masih menggejala serta upaya penegakan hukum yang tumpul.
6.      Sentimen kesukuan dan kedaerahan cenderung makin kental.
7.      Kesenjangan kehidupan ekonomi dan sosial antara kelompok minoritas pendatang yang relatif lebih baik dibandingkan dengan rata-rata kelompok mayoritas yang merupakan masyarakat setempat. 

Dari itu, beberapa rekomendasi dari kajian ini adalah perlunya mengefektifkan forum-forum lintas agama, etnis dan profesi, dengan kalangan masyarakat lebih luas seperti lembaga perguruan tinggi, media massa, pengusaha, kawula muda dan kelompok perempuan, sampai ke tingkat kecamatan dan pedesaan. Dari forum ini digalakkan dialog yang menonjolkan tema-tema yang menyangkut kepentingan kemanusiaan yang universal dalam rangka pencarian titik-titik temu oleh masing-masing kelompok umat beragama. Sehingga setiap komponen masyarakat bisa saling belajar mengenai sendi-sendi keberagamaan orang lain. Ini nantinya membuka peluang untuk saling mengerti dan menjelmakan suasana nyaman dan kondusif buat kerukunan. (Mursyid Ali).
      2.  Pola hubungan di masyarakat sekitar saya, saya kira baik-baik saja (desa tempat saya tinggal). Tetapi sebagian diantara mereka hidup berkelompok-kelompok, dan ada pula yang menyendiri. Seakan-akan mereka tidak ingin diganggu oleh masalah yang ada di luar. Termasuk saya dan anggota keluarga saya kurang akrab dengan masyarakat yang ada di sekitar lingkungan desa saya. karena mereka pun tak ingin berbaur dengan masyarakat di sekitar mereka.
     Kadang saya pun heran mengapa mereka demikian. Mereka seperti membeda-bedakan antara masyarakat yang kaya dan yang miskin. Mnurut saya pun masyarakat di lingkungan desa yang saya tinggali itu tidak ingin maju. Karena mereka tidak mau atau sulit menerima pendapat orang lain.